Suciwati (Kanan) saat Jumpa Pers di Jayapura Papua @MS032 |
Jayapura – Suciwati, isteri
almarhum Munir Said Thalib, mengunjungi makam almarhum Theys Hiyo Eluay
di Sentani serta bertemu keluarga Aristoteles Masoka, supir Theys yang
hilang usai melaporkan penculikan Theys, (10/11).
“Apa yang dialami Theys Hiyo Eluays dan Aristoteles Masoka sama
dengan apa yang dialami suami saya, Munir. Mereka dibunuh oleh
orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan. Saya ingin kita semua
berjuang bersama merebut keadilan. Jangan biarkan pelaku bebas
berkeliaran! Rezim ini tidak berubah karena penculikan, penyiksaan dan
pembunuhan terhadap pejuang HAM terus terjadi di setiap lini. Sampai
hari ini para penjahatnya masih bebas, bahkan dipromosikan, ” kata
Suciwati hari ini, Minggu (11/11) di hadapan wartawan di Kantor KontraS
Padang Bulan, Waena, Jayapura.
“Kita harus terus melawan dan katakan meski para pelaku itu membunuh
Munir dan Theys, ini tidak akan menghentikan kebenaran dan perjuangan
yang telah dilakukan oleh Theys dan Munir. Kita harus tetap menolak
kekerasan di bumi Indonesia,” katanya.
Suciwati, perempuan yang pernah menjadi aktivis buruh inimenyatakan,
suaminya diracun dalam penerbangan Garuda Indonesia, Jakarta-Amsterdam
pada 7 September 2004. Tujuan kedatangannya ke Jayapura untuk pertama
kalinya ini adalah untuk memperingati hari pembunuhan Theys Hiyo Eluay,
Kepala suku sekaligus Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) yang diculik dan
dibunuh seusai memenuhi undangan perayaan hari pahlawan di Markas
Tribuana Kopassus, Jayapura 10 November 2001.
Saat hendak pulang menuju ke rumah keluarga Eluay di Sentani, Theys
dibunuh di dalam mobilnya sendiri. Mulanya, komandan Kopassus di
Jayapura, Letkol Sri Hartomo membantah terlibat dalam pembunuhan Theys
namun tekanan nasional dan internasional membuat militer Indonesia
terpaksa mengakui keterlibatan Kopassus dalam pembunuhan Theys.
“Kedatangannya ke Papua bukan untuk menyatakan solidaritas atas
korban-korban pelanggaran HAM di Papua saja, namun juga memohon bantuan
Masyarakat Papua agar Suciwati dapat memperoleh keadilan dalam kasus
pembunuhan Cak Munir,” demikian kata Olga Hamadi, Koordinator KontraS
Papua yang mendampingi Suciwati saat konferensi pers berlangsung.
Pada 21-23 April 2003, Pengadilan Militer Surabaya memvonis Letkol
Tri Hartomo dan enam Anggota Koppasus lain yang bersalah secara
bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan kematian Theys.
Mereka dihukum 2-3.5 tahun penjara serta sebagian dipecat dari militer.
Letkol Tri Hartomo, Komandan Kopassus Jayapura (pemecatan, hukuman 3.5
tahun penjara); Mayor Doni Hutabarat (2.5 tahun penjara, mengundang
Theys dalam acara Kopassus, ikut memata-matai Theys); Kapten Rionaldo (3
tahun, melakukan penganiayaan terhadap Theys, memata-matai Theys);
Letnan Satu Agus Supriyanto (3 tahun, penganiayaan, tidak hentikan
Prajurit A. Zulfahmi saat mencekik Theys); Sersan Satu Asrial (3 tahun,
penganiayaan); Sersan Satu Laurensius Li (2 tahun, tidak mencegah
rekan-rekannya mencekik dan menganiaya Theys); Prajurit Kepala, A.
Zulfahmi (3 tahun, pemecatan, mencekik Theys dalam mobil Toyota Kijang)
Sebulan sebelum pembunuhan, Tri Hartomo memerintahkan bawahannya
‘mengamankan’ Theys. Di pengadilan, Hartomo mengaku bahwa ia
memerintahkan anak buahnya untuk mencegah Theys merayakan kemerdekaan
Papua pada 1 Desember 2001. Mayor Doni Hutabarat adalah pemimpin tim.
Mereka menghentikan mobil Theys di Daerah Skyline, sekitar 20 menit dari
Hamadi. Menurut kesaksian di Surabaya, Theys berteriak yang membuat A.
Zulfahmi membungkam mulut Theys dan ‘tak sengaja’ membunuhnya.
Sedangkan Aristoteles Masoka sempat menelepon istri Theys Eluay,
Yaneke Ohee, dimana Masoka dikutip menelepon dalam keadaan gugup dan
tergesa-gesa, sebelum telepon mendadak mati, “mama, bapa diculik, saya
akan pergi cek, karena mereka yang culik …”
Munir dari KontraS semasa hidupnya mengatakan, pembunuhan Theys ada
kemungkinan terkait dengan sebuah dokumen bocor dari rapat di Departemen
Dalam Negeri pada 8 Juni 2000 dimana dibicarakan soal merdeka. Anggota
Kopassus juga menghadiri rapat tersebut sebagai peserta.
Sekarang, ternyata ketujuh orang tersebut tidak sepenuhnya menjalani
hukuman yang ditimpakan pengadilan Surabaya. Ada kemungkinan mereka
mendapat keringanan ketika banding di Pengadilan Militer Jakarta. Tri
Hartomo baru dipindahkan dari Kopassus ketika Amerika Serikat hendak
menjalin kerja sama militer dengan Kopassus pada Juli 2010. Kini Hartomo
adalah Komandan Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat di Bandung. Doni
Hutabarat kini berpangkat Letnan Kolonel dan bertugas sebagai Komandan
Dandim di Medan.
Kopassus tetap melakukan kegiatan mata-mata terhadap Masyarakat Sipil
Papua, termasuk membayar wartawan, guna mengawasi tokoh-tokoh sipil.
Pada Agustus 2011, ratusan lembar dokumen Kopassus bocor, termasuk
nama-nama wartawan, pegawai negeri, supir rental, tukang ojek dan
lain-lain yang bekerja untuk Kopassus. (Aprila Wayar/MS)
Sumber: MAJALAH SELANGKAH
0 komentar:
Posting Komentar